Apa kunci membuka pintu kemajuan Aceh?

image

Judul di atas adalah pertanyaan yang membuat saya berhenti berdiskusi di group whatApp Steemit.

Sore itu, Selasa (19/9) sahabat minum kopi, Ridha bertanya serius. Ia mengulang dua kali pertanyaan yang sama: "Apa kunci membuka pintu kemajuan Aceh?"

Saya menarik nafas dan masih tidak ingin menjawab, tapi kemudian dorongan hati tidak kuasa untuk menahan diri, dan meluncurlah jawaban bebas hasil renungan selama ini. Ingat, hasil renungan, bukan kajian ilmiah.

"Ada dua kunci utama memajukan Aceh, dan keduanya sangat fundamental. Ini kunci yang mesti dicari, diperjuangkan, dan dibangun sedemikian rupa. Jika dua kunci ini ada, maka satu kunci penentu akan ditemukan otomatis. Jadi, kita ureung Aceh perlu tiga anak kunci untuk membuka pintu kemajuan Aceh," kata saya.

Suasana senyap seketika. Masing-masing kami menarik nafas, sampai dua rekan lainnya hadir. "Apa saja kunci itu," tanya Ridha.

"Kunci pertama sudah kita temukan dan ini hasil dari pencarian yang tidak mudah, yaitu peace," sebut saya seraya menguraikan sedikit kisah panjang dan dramatis konflik Aceh, dari waktu ke waktu.

"Lalu, kunci kedua?" tanyanya seperti tidak sabar, dan sayapun langsung menjawab: "Heart," sambil menunjuk ke arah dada saya sendiri.

Raut wajahnya sedikit berubah berat. Barangkali ia merasa aneh, mengapa dengan hati?

"Meunyo hatee hana bereh, kueh kayem di teuka," kata saya dalam bahasa Aceh. Maksudnya, jika hati kita masih kotor, maka berbagai sikap buruk akan mudah datang, dan damai yang sudah diraih hanya menjadi damai yang negatif.

Artinya, selama damai masih memberi manfaat kepada para pihak yang pernah berkonflik maka perdamaian masih akan berlanjut, dan sebaliknya.

"Perdamaian positif baru wujud jika hati kita semua bersih dari kueh,sepenuhnya untuk maksud meraih kemajuan Aceh," sambung saya lagi seraya menerangkan sekilas pandang tentang hati adalah raja sebagaimana disampaikan oleh Abu Hurairah.

“Hati adalah raja anggota tubuh. Dan anggota tubuh adalah para prajuritnya. Apabila raja baik, maka baik pulalah para prajuritnya. Dan apabila raja busuk, maka busuk pulalah para prajuritnya”.

Suasana sore itu seperti senyap, apalagi ketika saya menyampaikan pernyataan berikut:

"Pertemuan peace dan heart itulah sejatinya Aceh ada," sambil memperlihatkan tulisan peACEHeart.

image

Lama ia memandang, dan seperti tidak sabar lagi, si kawan kembali bertanya: "Lalu, apa kunci ketiganya."

Saya mengajaknya untuk memperhatikan satu kata terakhir yang terdapat diujung pertemuan dua kata peace-heart.

"Wow, art," sebutnya sambil menatap mata saya dalam-dalam.

Aceh, menurut saya adalah negeri yang memiliki warisan seni dan budaya adiluhung. Jika Aceh mengabaikan seni dan budaya maka akan terjadi lagi ragam benturan, termasuk benturan dalam masyarakat.

"Inilah tiga kunci penting, dan jika sudah ada baru bisa membuka pinto (pintu) kemajuan Aceh," tutup saya.

Udara sore itu berhembus di sela dinding tempat kami duduk, langit mulai memerah jingga, pertanda senja akan tiba. Pertanyaannya terakhir tidak bisa saya jawab: "Apa ini namanya kunci model blockchain?"

Foto di edit dari foto ini 1-2

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
26 Comments