Warong Kupi di Aceh, Media Sosial dan Steemit

image

Aceh kembali "ramai" di media sosial, khususnya facebook. Berbagai topik pembangunan Aceh terus menjadi silang pendapat di media yang pada Juli 2017 berpendapatan Rp 900 triliun.

Onlinenya gubernur dan beberapa bupati beserta "tim apetnya" di facebook makin mendorong banyak orang untuk segera menanggapi setiap isu pembangunan. Jadilah facebook menjadi "dinding ratapan".

Oposisi onlinepun tidak terelakkan. Mungkin karena inilah Rustam Effenfi menulis status menyeru agar para elit berhenti berpolemik di media sosial.

image

Saya dan kawan-kawan yang sedang asyik dengan media sosial steemit sedikit terkejut ketika menerima kiriman informasi terkait isu hangat daerah di facebook. Dan, ketika kembali berkunjung ke media yang paling banyak dipakai di Indonesia ini, saya makin terkejut ketika membaca sebuah status yang kembali menyentil warong kopi. Orang dekat gubernur Aceh itu menulis:

Membangun Aceh dari warung kopi, "kopi pancong satu bang."

image

Steemit di Aceh
Para elit dan ureung lingka para pemimpin di Aceh barangkali belum tahu bahwa kini sudah ada media sosial lain yang spiritnya berbeda dengan media sosial yang selama ini ada, salah satunya facebook.

Meski begitu, baik pengguna facebook dan pengguna steemit di Aceh, warong kopi tetap menjadi markas strategis mereka. Lalu, apa bedanya?

Salah satu bedanya adalah pengguna media facebook mengeluarkan isi dompetnya untuk diberikan kepada pemilik facebook. Sebaliknya, pengguna steemit memiliki dompet yang terus diisi dengan menjadi kreator dan kurator konten di media yang didirikan oleh @Ned Scott.

image

image

image

image

Semua pengguna steemit bisa memeriksa isi dompet (walet) siapa saja untuk tahu berapa uang kripto yang sudah dikumpulkan dengan menjadi kreator dan kurator konten. Perkembangan media yang didukung dengan teknologi blockchain ini mendorong warong kopi untuk welcome dengan pengguna steemit, bahkan ada yang menerima pembayaran dengan uang kripto.

Untuk diketahui, keberadaan steemit di Indonesia berawal dari peran "gerilyawan online" di warong kupi. Peta di bawah ini menunjukkan bahwa Aceh menjadi daerah terbanyak pengguna steemit di Indonesia. Kini, oleh kurator Indonesia yang juga aneuk Aceh, yaitu @aiqabrago dan @levicore terus menularkan steemit ke berbagai provinsi lainnya di Indonesia.

image

Apa kehebatan steemit dibanding media lainnya selain memberi pendapatan kepada kreator dan kurator konten? Di steemit tidak ditemukan konten yang di media sosial lainnya kerap disebut konten yang menyerag, mengkritik tajam, membuka aib, dan lainnya.

Konten-konten yang hadir di media steemit lebih banyak konten-konten positif, inspiratif, apresiatif, humanis, dan konten-konten yang sesungguhnya amat sangat dibutuhkan oleh pemerintah itu sendiri.

Jika steemit terus berkembang, dan ini akan terjadi, maka sejumlah tugas gubernur Aceh dan para bupati, yaitu mengurangi angka pengangguran, dan mendorong tumbuhnya kerja-kerja kreatif, tidak harus semua tergantung kepada pemerintah, dan lainnya akan terwujud.

Jadi, jika boleh jangan terlalu cepat mengecam "gerilyawan online" di warong kopi karena mereka sedang asyik menyambut datangnya dunia baru melalui solusi teknologi blockchain. Hal baik yang perlu dilakukan adalah mencari tahu apa itu steemit lewat silahturahim dengan steemians Aceh. Pasti mereka semua akan bersedia memaparkan dengan tuntas apa itu steemit dan bagaimana menjadikannya media pilihan di Aceh, juga di seluruh provinsi lainnya.

Saya yakin, begitu gubernur Aceh mengetahui, pasti beliau akan mengajak terbang kurator steemit Indonesia yang adalah putra Aceh sambil memegang tulisan "Steemit, dari Aceh siap menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia."

Saleum
@rismanrachman

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
20 Comments