Central Bank of Indonesia: Receive Blockchain, Reject Crypto | Bank Indonesia: Menerima Blockchain, Menolak Cryptocurrency |

RTD_BI#07.jpg

On April 4 - 6, 2018 I received an invitation to follow the RTD discussion with the theme of digital economy as well as cryptocurrency challenges and opportunities from the side of regulation, economy, socio-culture, and technology. The participants are deans of the Faculty of Economics and lecturers from dozens of state universities in Indonesia, from Aceh to Papua. Among the participants, there were only two Steemians, myself and @wahyuddinalbra (Dean of the Faculty of Economics and Business at Malikussaleh University who created the Steemit account as one of the entrances to better understand the digital economy). Under such circumstances, our views on cryptocurreny and blockchain are certainly different from those of other participants. We come with a clear concept and view of both; blockchain as a technology and cryptocurrency as a financial instrument.

I feel very fortunate to be part of an active discussion. From the beginning, I was planning to introduce Steemit with its two cryptocurrencies, Steem and Steem Dollars. It turns out that @wahyuddinalbra also posted articles on the social aspect of Steemit. Whereas I sent an alternative investment article in Steemit. Here's my article link:

@ayijufridar/steemit-as-an-alternative-investment-cryptocurrency-or

I deliberately posted an article on Steemit to get feedback from Steemians. I also contacted some of the major Steemians at home and abroad to ask for feedback in order to introduce Steem / it to the central bank. Thank you to the Steemians and the whale who gave me the entrance.

As we know, central bank officials everywhere are very allergic to cryptocurrency. In Indonesia, the rejection of bitcoin and the like as a means of payment has been confirmed by Bank Indonesia from the beginning.

Participants are required to submit articles before attending RTD in Semarang. Unfortunately, the article is not discussed in depth in RTD. The two-day discussion was not enough to peel about cryptocurrency in the context of the digital economy. About cryptocurrency alone is so widespread discussion, let alone about the digital economy.

For that, I will present some posts from the results of RTD in Semarang. May benefit all.


RTD_BI#03.jpg


Executive Director of Bank Indonesia, Agusman, said since the beginning of BI has firmly rejected the cryptocurrency as a means of payment. However, BI does not reject the blockchain technology. Both must be separated even though they are related. "BI continues to develop technology in order to adjust to the times. Do not let BI be accused of anti-technology," says Agusman.

He dedicates, BI is now also forming a special division to deepen the understanding and control of vinysial and blockchain technologies. This technology will be used to facilitate, accelerate financial transactions, without losing control of Bank Indonesia.

According to him, in any country, the central bank's main task is to maintain stability. BI should also promote growth. In performing these tasks, BI sometimes has to make unpopular policies, including in cryptocurrency.

Meanwhile, Head of Bank Indonesia Licensing and Payment Group, Ida Nuryanti, added that BI will not prevent technological developments, but must provide strong signs to stay on the tracks. "Because if the regulation is not made, the balance can be disrupted," says Ida.

For example, says Ida, some time ago in Bali had a transaction with cryptocurrency. Consumers buy goods in Bali using barcodes and QR Code. "No need to cooperate with the bank. The buyer comes, barcode scanned, the transaction occurs. How dangerous if the authorities do not secure it, " Ida Nuryanti said.

She also delivered an illustration of sculpture carvers in Bali which is made with high art that takes months. The statue was sold at a high price because it was born from a sculptor doing his work as part of the art. Quality and taste are the main thing. However, with technology in China, similar sculptures can be made imitate and mass-produced at a low price too. "Problems like this, if no regulation can harm the Indonesian economy," says Ida Nuryanti.


Bank of Indonesia's acceptance of blockchain technology should be welcomed as it could be the entrance to cryptocurrency. The central bank in carrying out its duties, of course still can make the regulation about cryptocurrency and put it as one of the investment tools.

In the next section, I want to explain how Bank Indonesia officials and academics in Indonesia are shocked to realize the potential of Steemit that has changed the economic and social life of Indonesia.


RTD_BI#05.jpg

RTD_BI#06.jpg


Bank Sentral Indonesia: Menerima Blockchain, Menolak Crypto

Pada 4 – 6 April 2018 lalu saya mendapat undangan mengikuti round table discussion (RTD) dengan tema digital ekonomi serta cryptocurrency tantangan dan peluang dari sisi regulasi, ekonomi, sosial budaya, serta teknologi. Pesertanya adalah para dekan Fakultas Ekonomi dan dosen dari puluhan perguruan tinggi negeri di Indonesia, dari Aceh sampai Papua.

Di antara para peserta, hanya ada dua Steemians, saya sendiri dan @wahyuddinalbra (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh yang membuat akun Steemit sebagai salah satu pintu masuk untuk lebih memahami ekonomi digital). Dengan situasi demikian, pandangan kami tentang mata uang kripto dan blockchain tentunya berbeda dibandingkan dengan peserta lain. Kami datang dengan konsep dan pandangan yang jelas terhadap keduanya; blockchain sebagai teknologi dan cryptocurrency sebagai instrumen keuangan.

Saya merasa sangat beruntung bisa menjadi bagian dari diskusi aktif. Sejak awal, saya sudah berencana memperkenalkan Steemit dengan dua cryptocurrency yang dimilikinya, Steem dan Steem Dollars. Ternyata @wahyuddinalbra juga mengirim artikel bertema Steemit dari aspek sosial. Sedangkan saya mengirim artikel investasi alternatif di Steemit. Berikut ini tautan artikel saya:

@ayijufridar/steemit-as-an-alternative-investment-cryptocurrency-or

Saya sengaja memposting artikel di Steemit untuk mendapatkan masukan dari Steemians. Saya juga menghubungi beberapa Steemians besar di dalam dan luar negeri untuk meminta masukan agar bisa memperkenalkan Steem/it kepada pihak bank sentral. Terima kasih saya ucapkan kepada Steemians dan para whale yang sudah memberikan masuk.

Seperti kita ketahui, pejabat bank sentral di mana pun sangat alergi kepada cryptocurrency. Di Indonesia, penolakan terhadap bitcoin dan sejenis sebagai alat pembayaran sudah ditegaskan Bank Indonesia sejak awal.

Para peserta memang diwajibkan mengirim artikel sebelum mengikuti RTD di Semarang. Sayangnya, artikel tersebut tidak dibahas secara mendalam dalam RTD. Diskusi dua hari ternyata tidak cukup untuk mengupas tentang cryptocurrency dalam konteks ekonomi digital. Tentang mata uang kripto saja sudah demikian luas pembahasannya, apalagi tentang ekonomi digital.

Untuk itu, saya akan menyajikan beberapa postingan dari hasil RTD di Semarang. Semoga memberi manfaat bagi semua.


Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Agusman, mengatakan sejak awal BI sudah tegas menolak mata uang kripto sebagai alat pembayaran. Namun, BI tidak menolak teknologi blockchain. Keduanya harus dipisah meski saling terkait. “BI terus mengembangkan teknologi agar bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Jangan sampai BI dituduh anti-teknologi,” ujar Agusman.

Ia menembahkan, BI sekarang juga membentuk divisi khusus untuk memperdalam pemahaman dan mengendalikan teknologi vinansial dan blockchain. Teknologi ini akan digunakan untuk mempermudah, memperlancar transaksi keuangan, tanpa harus kehilangan control dari Bank Indonesia.

Menurutnya, di negara mana pun, tugas utama bank sentral adalah menjaga stabilitas. BI juga harus mengedepankan pertumbuhan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BI terkadang harus membuat kebijakan yang tidak popular, termasuk dalam cryptocurrency.

Sedangkan Kepala Grup Perizinan dan Pembayaran Bank Indonesia, Ida Nuryanti, menambahkan BI tak akan mencegah perkembangan teknologi, tetapi harus memberikan rambu yag kuat agar tetap berada pada relnya. “Sebab kalau regulasi tidak dibuat, keseimbangan bisa terganggu,” katanya.

Ida menyontohkan, beberapa waktu lalu di Bali pernah terjadi transaksi dengan cryptocurrency. Konsumen membeli barang di Bali dengan menggunakan barcode dan QR Code. “Tidak perlu bekerjasama dengan bank. Pembeli datang, discan barcode, transaksi terjadi. Betapa bahayanya bila otoritas tidak mengamankannya,” kata Ida Nuryanti.

Ia juga menyampaikan ilustrasi pengukir patung di Bali yang dibuat dengan seni yang tinggi sehingga membakan waktu berbulan-bulan. Patung itu dijual dengan harga mahal karena lahir dari pematung yang melakukan pekerjaannya sebagai bagian dari seni. Kualitas dan cita rasa adalah hal yang utama. Namun, dengan teknologi di China, patung serupa bisa dibuat tiruannya dan diproduksi secara massal dengan harga yang murah pula. “Masalah seperti ini, kalau tidak ada regulasinya bisa merugikan perekonomian Indonesia,” kata Ida Nuryanti.


Penerimaan Bank Indonesia terhadap teknologi blockchain harus disambut baik sebab bisa menjadi pintu masuk bagi mata uang kripto. Pihak bank sentral dalam melaksanakan tugasnya, tentu tetap bisa membuat regulasi tentang mata uang kripto dan menempatkannya sebagai salah satu alat investasi.

Pada bagian berikutnya, saya ingin memaparkan bagaimana pejabat Bank Indonesia dan para akademisi di Indonesia terkejut menyadari potensi Steemit yang sudah mengubah kehidupan ekonomi dan sosial warna Indonesia.[]


TRD_BI#01.jpg
Photos by @ayijufridar


Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
42 Comments