Mengapa Saya Menabung Dollar?
TAK pernah sekali pun terlintas dalam pikiran saya untuk memiliki tabungan dolar sampai kemudian pada 2012 segalanya berubah sepulangnya saya dari Amerika Serikat. Akun rekening USD berada di tangan saya setelah sisa 1.200 USD tidak saya konversikan ke rupiah (IDR).
Tahun 2012, sejak November sampai Desember saya berada di Amerika Serikat menjadi International Visitor Leadership Program (IVLP) bersama enam warga negara Indonesia lainnya dari berbagai profesi, umumnya politisi. Saya membelanjakan uang secara ketat di AS karena tidak memiliki banyak uang. Tidak ada keinginan membeli banyak barang. Istri hanya minta souvenir magnit tempelan kulkas yang harganya 5 – 20 USD. Produk fashion, saya pikir produksi Indonesia tak kalah bermutu dan itu terbukti ketika menonton NBA antara Utah Jazz dengan Toronto Raptors di Salt Lake City, jersey terbaik dan termahal justru made in Indonesia. Produk lain dari China, Meksiko, Nikaragua, dan beberapa negara lain, harganya paling mahal $20. Sedangkan made in Indonesia $30. Dan produk tersebut tidak dijual di Indonesia sehingga saya membeli satu potong jersey Utah Jazz.
Dengan pengelolan uang yang super ketat seperti itu, tak heran bila setibanya di Tanah Air, uang saya bersisa sekitar $.1,200. Saya langsung berpikir untuk membuka tabungan USD. Namun, sebelumnya saya buat perhitungan kecil-kecilan dan melakukan riset mini. Dengan bunga tabungan paling tinggi 4 persen, dipotong pajak dan biaya administrasi $1 per bulan, maka lama kelamaan uang USD saya akan terkuras. Saya bukan mengejar bunga, yang penting uang yang sudah ada jangan sampai habis karena dipotong biaya ini-itu.
Saya juga tanya ke kawan-kawan yang bekerja di perbankan dan mencari berita di berbagai media mengenai tabungan dollar. Akhirnya, saya memutuskan untuk membuka rekening USD di Bank Danamon karena tanpa biaya administrasi. Sekali lagi, saya tidak peduli dengan bunga. Seandainya ada rekening dollar syariah, ke sanalah USD saya simpan.
Terpotong Persyaratan
Ternyata, tidak semuanya bisa masuk rekening karena ada persyaratan lain di perbankan Indonesia. Di Lhokseumawe, bank hanya menerima pecahan $100, tidak boleh ada stempel, dan tidak boleh kusut. Saya sepakat dengan uang tidak boleh kusut, tapi uang yang berstempel kecil dari bank di Amerika, saya pikir itu sudah dicek keasliannya. Itu justru lebih bagus, bukan masalah. Tapi katanya itu Peraturan Bank Indonesia.
Baiklah, saya percaya. Akhirnya, dari $1,200 hanya $600 yang bisa saya tabung pada 3 Januari 2013. Namun, sejak saat itu sampai sekarang, saya menambah USD jika sedang turun dan menariknya dalam bentuk rupiah jika sedang butuh uang. Pada 2015 saya bokek berat, saya mengambil USD ke dalam bentuk IDR dalam jumlah besar setiap bulan. Saat itu 1 dollar sempat mencapai Rp14.000. Saat menulis artikel ini pada Selasa 8 Agustus 2017 pukul 15:00 WIB, harga USD Rp13.305.
Satu pertanyaan mengapa saya membuka tabungan dollar sudah terjawab di atas. Bukan karena tidak cinta rupiah, tetapi karena kondisi di atas dan alasan berikutnya adalah:
1. Sebagai bentuk lindung nilai dari inflasi
Kita tahu inflasi rupiah sangat tajam. Bayangkan, tahun 1996 kami masih bisa berangkat ke kampus di Politeknik Negeri Unsyiah (sekarang Politekni Negeri Lhokseumawe) dengan uang Rp500. Untuk pulang pergi rumah kost – kampus Rp400, dan sisanya Rp100 untuk membeli sepotong pisang goreng. Air putih bisa meminta gratis di kantin kampus.
Sekarang di manakah uang Rp500? Memberikan ke pengemis pun tidak akan diterima. Kawan saya pernah memberikan Rp1000 ke pengemis di Lhokseumawe dan ditolak.
Nilai tukar rupiah sudah terdepresiasi begitu dalam sampai 7,7 persen terhadap dollar Amerika Serikat. Sekitar 25 tahun lalu, 1 USD hanya Rp2000 saja. Bahkan pada 1991, harga USD sempat menyentuh Rp1977. Sekarang uang Rp2000 pun tidak ada nilainya.
Tentu saja USD juga akan terimbas inflasi, tetapi jauh lebih kecil dibandingkan dengan rupiah.
2. Mimpi Kembali ke Amerika
Salah satu pertanyaan ketika mengikuti berbagai kegiatan di Amerika adalah, apakah saya sudah pernah ke Amerika sebelumnya. Saya katakan, ini perjalanan pertama saya ke Amerika, tapi bukan yang terakhir. Saya tetap yakin dan memelihara mimpi akan kembali ke Amerika, entah bagaimana caranya. Amerika termasuk negara yang ada dalam impian saya selain Turki (Istanbul), Perancis (Paris), dan Roma (Italia). Saya percaya seperti yang ditulis Paolo Coelho di bukunya, Sang Alkemis, bahwa ketika kita memelihara impian, maka alam yang akan mewujudkannya.
3. Mimpi Sejuta Dollar
Ini terinspirasi dari buku Merry Riana yang berjudul Mimpi Sejuta Dollar meski ia membahas tentang dollar Singapura. Meski memiliki uang sejuta dollar Amerika sepertinya terlihat berlebihan, saya tetap yakin bisa meraihnya. Saya yakin dan percaya, setiap mimpi akan terwujud bila kita memelihara keyakinan tersebut, memvisualkannya seolah sudah terjadi. Jika konsisten memupuk impian, bekerja keras dan bekerja cerdas, berdoa, insya Allah suatu saat nanti menjadi kenyataan dan bahkan tidak mustahil sejuta dollar pada masa mendatang adalah nilai yang kecil.
Ketika remaja, saya membaca profil Steffi Grafi yang masa itu menjadi Ratu Grand Slam di Tabloid BOLA. Di situ ia berpesan; Sisakan waktu untuk bermimpi, sebab dari situlah masa depan berawal.
Pesan inspiring lainnya datang dari Antonie Griezmann, pesepakbola asal Perancis. Ia bilang, Fais de ta vie un rêve, et fais de ton rêve une réalité yang artinya Jadikanlah hidup Anda sebuah mimpi, dan buat mimpi itu menjadi kenyataan.
Begitulah syedara Steemians di seluruh bumi. Salam hangat untuk semua dan semoga kita menjadi bagian dari orang-orang sukses.
Lhokseumawe, Selasa 8 Agustus 2017
Saleum:
@ayijufridar
Why do I Save USD?
Never once occurred to me to have a dollar savings until then in 2012 everything changed when I returned from the United States. The account of USD account is in my hands after the remaining 1,200 USD I do not convert to rupiah (IDR).
In 2012, from November to December I was in the United States becoming an International Visitor Leadership Program (IVLP) with six other Indonesian nationals from various professions, mostly politicians. I spend money strictly in the US because I do not have much money. There is no desire to buy many items. Wife just ask for souvenir magnit refrigerator that cost 5 - 20 USD. Fashion product, I think Indonesian production is not less quality and it is proven when watching the NBA between Utah Jazz with the Toronto Raptors in Salt Lake City, the best and most expensive jersey is actually made in Indonesia. Other products from China, Mexico, Nicaragua, and some other countries, cost the most expensive $ 20. While made in Indonesia $ 30. And the product was not sold in Indonesia so I bought a piece of Utah Jazz jersey.
With the management of super tight money like that, no wonder when upon arrival in the country, my money remaining about $ 1,200. I immediately thought to open USD savings. However, before I make small calculations and do mini research. With 4 percent interest in savings, taxes and administrative fees $ 1 per month, then over time my USD money will be drained. I am not pursuing the interest, the important money that already exists should not be exhausted because of this cost-cut.
I also asked colleagues who worked in banking and looking for news in various media about saving dollars. Finally, I decided to open a USD account at Bank Danamon for no administration fee. Besides, I don’t care about interest. If there is a shariah dollar account, that's where I save USD.
Cut the Terms
Apparently, not all can enter the account because there are other requirements in Indonesian banking. In Lhokseumawe, banks only accept $ 100 denominations, no stamps, and should not be tangled. I agree with the money should not be wrinkled, but the small stamped money from the bank in America, I think it has been checked its authenticity. That's better, no problem. But he said it was Bank Indonesia Regulation.
All right, I believe. Finally, from $ 1,200 only $ 600 I can save on January 3, 2013. However, since then until now, I add USD if it is down and pulling in the form of dollars if it is needed money. In 2015 I am heavy bokek, I take USD into the form of IDR in bulk every month. At that time 1 dollar had reached Rp14.000. When writing this article on Tuesday, August 8, 2017 at 15:00 pm, the price of USD Rp13.305.
One question why I opened the dollar savings has been answered above. Not because they do not love the rupiah, but because of the conditions above and the next reason is:
1. As a form of hedging of inflation
We know that rupiah inflation is very sharp. Imagine, in 1996 we could still go to campus at Politeknik Negeri Unsyiah (now Politekni Negeri Lhokseumawe) with money Rp500. To go home boarding house - campus Rp400, and the remaining Rp100 to buy a piece of fried banana. Water can ask for free at the campus canteen.
Now where is the Rp500? Giving to the beggar will not be accepted. My friend once gave Rp1000 to a beggar in Lhokseumawe and was rejected.
The rupiah has depreciated to 7.7 percent against the US dollar. About 25 years ago, 1 USD only Rp2000 only. Even in 1991, the price of USD had touched Rp1977. Now the money Rp2000 was no value.
Of course the USD will also be affected by inflation, but much smaller than the rupiah.
2. Dream Back to US
One of the questions when following various activities in America is, have I been to America before. I say, this is my first trip to America, but not the last. I remain confident and keep the dream going back to America, somehow. America is a country that exists in my dreams besides Turkey (Istanbul), France (Paris), and Rome (Italy). I believe as Paolo Coelho writes in his book, The Alchemist, that when we nurture dreams, nature will make them happen.
3. Dream Million Dollar
It's inspired by Merry Riana's book M Dream Million Dollar even though he talks about the Singapore dollar. Despite having a million dollars seems to seem excessive, I still believe I can achieve it. I believe and believe, every dream will come true if we keep that belief, visualize it as it has already happened. If you consistently cultivate your dreams, work hard and work smart, praying, insya Allah, someday become a reality and even impossible million dollar in the future is a small value.
As a teenager, I read the profile of Steffi Grafi who was then the Grand Slam Queen in the BOLA Tabloid (Indonesia weekly). There he advised; Leave time to dream, because that's where the future begins.
Another inspiring message came from Antonie Griezmann, a French footballer. He says, Fais de ta vie un rêve, et fais de ton rêve une réalité which means Make your life a dream, and make that dream a reality.
That is the way of the Steemians all over the earth. Warmest regards to all and hopefully we become part of successful people.
Lhokseumawe, Aceh, Indonesia, Tuesday, August 8, 2017
Saleum:
@ayijufridar