My Journey: Isolated Tribe Mentawai #3 [Bilingual]

Actually this post is a part of the previous post. If you want to read the first part of this post you can read it here

I have been trying to post this article since 3 days ago but I did not make it through regarding internet connection issue, I hope you can enjoy my little story about one of isolated tribe on Seberut-Mentawai Island.

sebenarnya postingan ini adalah bagian dari postingan sebelumnya. Jika anda ingin membaca bagian dari postingan ini bisa langsung melalui link yang saya sediakan

Saya sudah mengupayakan memposting postingan ini 3 hari yang lalu. Akan tetapi tidak berhasil karena koneksi internet yang buruk. Saya harap anda bisa menikmati cerita singkat mengenai salah satu suka terpencil di Seberut-Kepulauan Mentawai

Two days in Butu Village Part 2

(Dua hari di Desa Butu bagian #2)

At the afternoon we went around the village to see the village atmosphere. We were invited to see one of the schools established by UNESCO in 2006. It appeared that the school was no longer being used as it normal function. The reason behind that was they did not have teachers who were willing to volunteer in the place, even though the school is a jungle school.

Agak sore kami bergerak untuk melihat sekeliling desa untuk memperhatikan suasana desa dan sekitarnya. Kami di ajak untuk melihat salah satu sekolah yang di bangun oleh UNESCO tahun 2006. Kelihatannya sekolah tersebut sudah lama tidak difunsikan sebagaimana seharusnya. Alasan dibalik tidak dipakianya sekolah tersebut adalah ketiadaan guru dan tenaga pengajar di sana, meskipun sekolah tersebut adalah sekolah alam.

_MG_2994.JPG

This is how the jungle school looks like from the distance


_MG_2999.JPG

Only the pamphlet makes this building to be recognized as school building


_MG_3002.JPG

The condition on of the class, it looks abandon for years


_MG_3007.JPG

We observe the school building inside and outside, and this is some of the photos


_MG_3025.JPG

This Lepon, and Lepon is one of the student in this school


We spent about 2 hours looking around the village before we came back to Uma and prepared our lunch.

That day we cooked and ate together with the whole Ama Lepon’s family. That was where I saw their unique way of calling the whole family to come together and celebrate having lunch with us. They called their family members with a trumpet made of sea shells. They have a blowing technique that not everyone could do to produce a loud sound that can be heard by all members of the family. On that day Lepon who gained the trust blew the shell.

Kami mengabiskan sekitar 2 jam mengelilingi sekitar desa sebelum kami kembali ke Uma dan menyiapkan makan siang. Hari itu kami memasak dan makan bersama dengan seluruh keluarga Ama Lepon. Disitulah saya melihat cara unik mereka dalam memanggil seluruh keluarga untuk berkumpul dan makan siang bersama kami. Mereka memanggil anggota keluarganya dengan memakai sebuah kereng laut. Mereka memiliki teknik khusus dalam meniup dan tidak semua anggota keluarga mereka menguasai cara meniup terompet kerang hingga bisa didengar oleh seluruh anggota keluarganya. Pada hari itu Leponlah yang mendapat kepercayaan untuk meniup terompet tersebut.


_MG_2885.JPG

This the shell which is used to call the whole family


_MG_2863.JPG

Lepon is blowing the shell to gather the whole family for lunch

I prepared food for 20 people, and they help me find ingredients and some of them brought some vegetables (jungle ferns) and I used the imagination of making the recipes. I mixed between canned food and natural ferns and “melinjo” leaf (Gnetum gnemon). The thing that I did not fully aware was they do not like spicy food, they eat more sweet foods. My friend who became our guide Syukri told me that. Finally, the (fern) vegetables mix with sardines and coconut milk as the best option I could have. Eventually we had a successful cooking event, all members eat voraciously. Either this is because my food is delicious or because everyone was starving. LOL

Saya memasak untuk 20 orang, dan mereka membantu untuk mencari bahan-bahan yang hendak dimasak. Sebagian mereka membawa sayur dari hutan sejenis pakis hutan dan saya berimajinasi untuk bisa memasak seenak mungkin (seenaknya kali ya). Saya akhirnya mencampur makanan kaleng dengan pakis hutan dan daun melinjo. Hal yang tidak sepenuhnya saya tau adalah mereka tidak bisa makan makanan pedas. Mereka lebih banyak makan makanan manis. Teman kami Syukri yang juga merupakan pemandu kami akhirnya memberitahukan hal tersebut. Akhirnya sayur pakis saya campur sarden dan santan sebagai opsi terbaik yang saya bisa lakukan. Tapi pada akhirnya acara masak-masak kami berhasil juga, seluruh anggota keluarga makan dengan lahap. Bisa jadi karena makananya yang enak atau karena kami semua sudah lapar. (hehahah)

***********************************************************************************

Traditional Food

The next morning we had a chance to practice the way of their life, I intentionally asked Ama Lepon to tell me about their way of hunting the beast for food. We need to know their way of cooking their daily food before hunting exercise. This morning I played their rules and follow their recipes, they cook “subet” dan “sagu bakar”. Subet is kind of traditional food content 3 main recipes; Banana, Taro, and grated coconut. It was very simple to make it; Boil banana and taro wait until it perfectly boiled, and then those two things mashed until smooth. After those two ingredients become smooth, mix it with grated coconut. They use thorny rattan bark to grate the coconut. “Sagu bakar” actually has specific local name, but I forgot it. There is no specific ingredient to make it. It was only sago extract rolled in sago leaf and simply put close to fire. When it becomes elastic and looks like jelly that mean ready to eat.

Makanan tradisional
Pagi berikutnya kami memiliki kesempatan untuk bergabung untuk belajar cara hidup mereka. Saya dengan sengaja menanyakan kepada Ama Lepon untuk menunjukkan cara mereka berburu binatang liar. Tapi sebelumnya kami perlu mengetahui juga cara mereka memasak makanan sehari-hari. Pagi ini saya mengikuti cara dan resep masakan mereka. Mereka menyiapkan subet dan sagu bakar. Subet adalah makanan tradisional mereka yang terdiri dari tiga bahan utama yaitu; Talas, Pisang kepok dan kelapa parut. Cara membuatnyapun sangat sederhana; Pisang dan talas direbus sampai empuk lalu di tumbuk hingga hancur dan lembut. Setelah pisang dan talas menjadi lembut lalu dicampur dengan kepala parut. Mereka memarut kelapa dengan pelepah rotan yang berduri. Sagu bakar sebenarnya ada nama khusus, tetapis saya sudah lupa namanya. Tidak ada resep khusu untuk membuat sagu bakar. Hanya ekstak sagu yang di bungkus dengan daun rumbia (sagu) kemudian di bakar di perapian sampai menjadi kenyal dan terlihat seperti jely, itu artinya sudah siap untuk dimakan.


IMG_2916.JPG


IMG_2914.JPG

Yanti is learning to make subet while Ina Lepon is preparing the Toro and Banana


IMG_2919.JPG

karin Lyn Alford from America is smashing banana and taro in traditional kitchen. This is the main kitchen in the house


IMG_2925.JPG

This the final process of making "Subet" it is shaped to be rounded before eaten


IMG_2939.JPG

We are ready to have breakfast together


IMG_4763.JPG

This is how they make "Sago Bakar"


The Archery

Next lesson is the way the hunt wild animal using arrow, I asked Ama Lepon to show us how to they make arrow and bow.

Their arrow is made from specific fiber palm trunk (Arenga pinnata). They use traditional way of making it by honed with thorny rattan bark after shaping with sharp knife. It is very conscientious and fine work and full sense of art.
The specific arrow is made from smaller palm midrib and attached with piece of bamboo as a sharp edge, they make custom size of the sharp edge as needed to hunt the animal, the bigger size is for hunting big animal like pig and similar size and smaller size is smaller animal. They do not used feathers as for balance at the hind of the arrow. They maintain the balance of arrow by weight of the sharp edge.

Before they use it, the arrows is soaked into the strong homemade poison liquid. The poison is made from the “Umai” kind of bushy plant, I did not recognize it specifically so it is difficult to know the species of the tree. They cook it and mix it with chili and other secret ingredient, the fact is little scratches able to kill the pig in 3 hours. The poisoned arrows able to kill the pig approximately within 30 minutes (as the information from Ama Lepon himself)

Pelajaran selanjutnya adalah berburu binatang dengan panah. Saya meminta Ama Lepon untuk menunjukkan bagaimana cara mereka membuat panah dan busur.

Panah mereka terbuat dari batang aren yang sudah tua. Mereka membuatnya dengan cara tradisional dengan mengikirnya memakai pelepah rotan yang berduri setelah batang sagu diraut dengan pisau tanjam. Ini adalah pekerjaan yang sangat teliti dan halus juga penuh dengan nilai seni. Sedangkan anak panah di buat dari pelepah sejenis tumbuhan aren yang kecil dan ujung runcingnya terbuat dari bilah bambu yang keras. Mereka membuat ukuran khusus untuk ujung runcing ini sesuai dengan kebutuhan binatang yang akan diburu. Ukuran paling besar adalah untuk memburu binatang yang lebih besar pula dan ukuran yang kecil untuk memburu binatang yang lebih kecil. Mereka tidak menggunakan bulu pada pangkal anak panah sebagai penyeimbang. Mereka mengandalkan berat ujung anak panah sebagai penyeimbang.

Sebelum mereka menggunakan anak panah, terlebih dahulu mereka merendam ujung anak panah kedalam sejenis racun alami. Racun ini dibuat dari tanaman yang mereka namai "umai", yaitu sejenis tumbuhan semak perdu, saya tidak mengenal jenis tumbuhan in, sehingga sulit untuk mengindentifikasi spesies tanaman ini. Mereka memasak dan di campur dengan cabai kecil dan resep rahasia lainnya. Kenyataannya goresan kecil sekalipun bisa membunuh seekor babi dalam waktu 3 jam. Panah beracun mampu membunuh babi dalam waktu 30 menit (seperti yang diungkapkan oleh Ama Lepon sendiri)

_MG_3059.JPG

Ama Lepon is showing us the way they use arrow to hunt the wild anima. Actually, they usually go for hunting before the sun rise and the target has been mark few day before. They star to shoot the arrow just at the moment of sun rise. They do that way in order to have clear view when the hunt run away, so that they can catch the hunt after it is shot by their arrow


_MG_3040.JPG

Ama Lepon is showing his poisoned arrow. The arrow is made from small palm midrib and combine with bamboo for the sharp edge


_MG_3041.JPG

This picture is showing the other edge of their arrow without the feather for balancing. The measure the weight of the sharp edge for it balance


_MG_2978.JPG

_MG_2974.JPG

This is the poisonous tree (bush) that they use to make poison for their arrow. The poison in contain this kind of bush and mix with some other secret ingredients. They named this plant as "Umai"


Next Adventure

Around 2 pm we are ready to continue our journey towards the next destination that is the house of Syukri's grandfather, Syukri is our guide. The journey we had to travel was much more difficult because there were no more concrete cement path. Sometimes the road we had to go through was muddy and full of bushes. The mileage we expected was about 7 km. From the previous experience with a distance of about 7 km plus another break time on the road then we will arrive around 18.30. It's a bit dark, of course, but Syukri already informed our arrival to his family there through his cousin who had departed from Butu this morning

Sekitar jam 2 sore kami sudah siap untuk melanjutkan perjalanan kami ke tujuan selanjutnya yaitu rumah kakeknya Syukri pemandu kami. Perjalanan kami akan lebih sulit dari sebelumnya karena tidak ada lagi jalan rabat beton. Kadang-kadang kami harus melewati jalanan rawa-rawa yang dipenuhi oleh semak belukar. Jarak tempuh yang kami perkirakan adalah 7 km. Dari pengalaman sebelumnya dengan jarak 7 km ditambah waktu istirahat di jalan maka kami akan tiba disana sekitar jam 18.30. Sudah sedikit gelap pastinya, tapi Syukri sudah lebih dahulu mengabarkan kedatangan kami kepada keluarganya disana melalui sepupunya yang berangkat pagi tadi dari Butu.

To be Continued………….
Bersambung......................

@el-nailul

Expect for the best and ready for the worst

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
22 Comments