Melihat Dayah Milik Mantan Pilot |1|

DAYAH itu terletak jauh ke pedalaman Aceh Utara. Nurul Iman, namanya. Berdiri sejak tahun 1989 di Desa Cot Girek, Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara. Tak ada bangunan yang mentereng. Puluhan bangunan kuno berjejer di depan dayah itu. Hanya beberapa bangunan yang dibangun dengan tembok beton.


Nurul Iman.jpg

Uniknya, tak ada satu sampah pun yang berserakan di halaman. Ini yang disebut gerakan mencabut rumput, membersihkan sampah. Dayah memperoleh predikat sebagai dayah terbersih dari Pemerintah Provinsi Aceh, tahun 2007 silam. “Saya membuat sistem saling penting. Saya bilang ke santri, sampah harus dibersihkan. Saya juga bersihkan sampah,” ujar pemimpin Nurul Iman, Abdullah Hasan akrab dipanggil Abu.

Saya mengelilingi kompleks dayah itu. Benar saja, tak ada sampah satu pun. Semuanya bersih. Dayah modern terpadu ini, memang didesain untuk menghargai kebersihan. Hanya areal tertentu saja yang ditumbuhi rumput. Dipotong rapi.

Bagi santri yang sudah selesai menempuh ilmu di madrasah aliyah dan madrasah tsanawiyah di kompleks dayah, wajib membuka dan menjemur sepatu di pekarang asrama. Sepatu itu berjejer rapi. Salah seorang alumnus, Eksanto Suwartas dan Adre Susilo, mengakui kebersihan Abu. ”Abu selalu mengamanahkan agar hidup bersih. Abu juga ikut cabut rumput. Hampir setiap sore, kalau tak ada kegiatan pasti beliau cabut rumput,” ujar Eksanto.

Hal yang sama disebutkan Andre Susilo. Andre mengatakan, Abu selalu menegur santri yang nakal dengan lisan. Tidak pernah dihukum dengan cambukan. Bagi santri, diharamkan berbahasa daerah, dan merokok untuk santri putra. Hanya bahasa arab dan inggris yang menjadi bahasa pengantar. ”Kalau ketahuan bahasa daerah atau jorok, dihukum baca Al-Quran satu atau dua juz. Setelah itu bisa masuk bilik,” kata Andre.

Dayah itu berdiri di atas lahan seluas empat hektare. Di situ, dibangun kompleks asrama santri, perumahan ustad dan ustadzah, serta ruang belajar dan ruang islamic center.

Khusus untuk ruang islamic center telah didirikan sejak dayah itu berdiri. Ruang itu pula menjadi awal pembangunan. “Dulu, semua masyarakat berkumpul di ruang itu, berzikir, dan mendengarkan tauziah,” terang Abu.

Awalnya, dayah ini didirikan mendapat dukungan dari lokal manajer, PT Perkebunan Negara (PTPN) T Raja Husin. T Raja Husin mendukung gagasan Abu. Lalu, mereka sepakat mendirikan dayah itu. Saat itu, perkebunan PTPN menggas berdirinya kebun tebu. Luasnya ribuan hektare.

“Waktu itu, belum ada lembaga pendidikan agama di sini. Jadi, saya pikir, penting untuk mendirikan dayah,” kata Abu. Tidak mudah mendirikan dayah ditengah perkebunan yang baru dirintis. Kendala utama, adalah sulitnya melakukan sosialisasi.

Abu menggunakan metode zikir. Seluruh warga diajak berzikir. Bukan dengan metode ceramah. Enam bulan menggunakan metode ini ternyata efektif. Jemaah zikir, semakin hari semakin banyak. “Lalu,baru saya mulai berceramah. Menjelaskan dayah, dan program dayah. Masyarakat sangat antusias, kala itu,” kenangnya melambung kepuluhan tahun lalu.


STEEMIT_PUTAR.gif

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
3 Comments