Biarkan Mimpi Itu Tetap Penuh Cinta

Seorang gadis kecil duduk sendiri di dalam kamar, berteman buku-buku yang berserakan di mana-mana, kertas gambar, dan segala macam alat untuk menulis dan menggambar. Lamunannya ke sana ke mari, ada banyak sekali bayangan dan mimpi yang terus bergerak dalam benaknya. Tidak ada yang pernah tahu persis kecuali gadis kecil itu. Di usianya yang masih empat tahun, dia lebih memilih untuk diam, menulis, dan menggambar saja untuk menguraikan apa yang dipikirkan dan dimimpikannya.

BeautyPlus_20170317213823_save.jpg

Ada rasa takut untuk menunjukkan apa yang sesungguhnya, karya-karya yang dibuatnya lebih banyak dibuang dan disembunyikan. Terbayang amarah dari para orang dewasa yang menemukan aneka macam kertas dengan coretan yang dianggap tidak jelas dan sampah. Terlebih lagi bayangan keras segala omelan yang berkepanjangan karena terlalu banyak di dalam kamar dan menyendiri dibandingkan bermain dengan teman-teman sebaya. Melawan salah, diam pun salah, apalagi hanya menangis, semuanya akan semakin panjang saja.

Dia sudah berusaha keras untuk mampu mengerti segala tuntutan dan keinginan orang tua, semampunya, sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang anak kecil. Yang dia tidak pernah mengerti, kenapa orang tua yang sudah dewasa justru tidak pernah mengerti dirinya. Dia bukan seorang anak biasa yang bisa disamakan dan dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Apakah salah untuk sendiri dan menikmati waktu bersama kertas, pensil, kata-kata, dan gambar?! Sementara semua selalu merasa bangga ketika tahu bahwa dia fasih membaca dan menulis ketika masih berusia tiga tahun tanpa ada yang mengajarkan dan tanpa sekolah, lantas apakah semua itu harus dihilangkan?!

Sebuah kejutan istimewa datang tak terduga ketika dia menginjak usia sembilan tahun. Sebuah surat yang dia layangkan kepada ayahnya tercinta yang jauh di benua lain, menjadi kehebohan di keluarga. Sebuah puisi yang dituliskan sebagai isi surat itu, lagi-lagi menjadi sebuah kebanggaan sekaligus penderitaan. Ayah begitu bangga dengan putrinya yang mampu menulis puisi dengan kata-kata yang bisa dikatakan hampir tidak mungkin diuraikan oleh anak usia sembilan tahun, bercerita ke sana ke mari. Puisi itu pun diterbitkan ke dalam sebuah kumpulan puisi bersama puisi-puisi para dewasa di masa itu. Sayangnya, itu juga yang membuat putrinya itu harus menempuh berbagai ujian berat dari para psikolog yang merasa ada yang "salah dan berbeda". Lagi-lagi, rasa takut itu pun timbul.

Menginjak remaja, gadis itu pun mulai berpikir untuk menulis pada buku catatan harian. Berbeda dengan buku catatan harian biasa, buku hariannya berisi semua khayalan dan pemikiran yang dituliskannya dalam berbagai bentuk tulisan. Dia berasumsi bahwa tidak mungkin ada yang membaca buku catatan hariannya tersebut, karena itu sifatnya sangat pribadi dan rahasia. Sayangnya, asumsi itu salah. Mereka mencuri dan membacanya! Mereka yang merasa paling tahu dan benar itu pun kembali menghakimi.

Pemberontakan itu pun muncul dengan sendirinya. Amarah meluap dengan dahsyat. Semua buku catatan harian yang berisi tulisan dan gambar-gambar itu pun dibakarnya di depan mereka yang sudah berani mencuri, membaca, dan menghakiminya. Tidak peduli apakah itu benar atau salah, kurang ajar atau durhaka, yang penting adalah puas karena sudah bisa menunjukkan amarah yang begitu mendalam dan terpendam selama ini.

"Orang-orang tua sok tahu dan pintar! Membaca pun tidak tahu apa yang sebenarnya dituliskan. Hanya bisa memberikan perintah, tuduhan, dan memaki. Apa kata orang begitu penting dibandingkan dengan membiarkan seorang anak menjadi diri sendiri. Biarpun berbeda, lantas kenapa harus dihancurkan? Salahkan seorang remaja menulis tentang cinta?!".

Berhari-hari dan berminggu-minggu gadis itu menangis setiap waktu. Hilang keberaniannya untuk memegang kembali kertas dan pensil. Hari-hari dan waktu lebih banyak dihabiskan untuk membaca dan terus membaca saja, mencoba menghilangkan segala pikiran buruk dan sekaligus melepas kerinduan pada kertas dan pensil. Semua yang nampak di matanya, dibacanya. Tidak hanya koran, majalah, dan buku, bahkan setiap tulisan yang ada pada bungkus sampo dan sabun pun tidak pernah luput dari matanya. Dia seolah tidak ingin kehilangan sepatah kata pun dalam hidupnya, dia tidak bisa hidup tanpa semua itu, pikirnya.

Tidak sanggup berlama-lama, gadis itu pun memutuskan untuk melanjutkan jiwanya untuk menulis. Cita-citanya memang hanya ingin menjadi seorang penulis dan pendidik, bukan sebagai seorang putri yang kaya raya dan sukses. Dia sudah belajar sejak kecil bagaimana uang itu begitu menghancurkan dan membuat keributan, walaupun dia hidup dengan segala keistimewaan yang ada. Uang tidak dapat membeli jiwanya untuk berhenti meneruskan segala mimpi dan keinginannya tersebut. Kemewahan yang paling membuatnya bahagia justru adalah kesederhanaan dan kebersamaan. Jiwa sudah memanggilnya dan tak ada yang bisa menghentikannya.

Dia pun meraih kembali seluruh jiwanya dan mulai kembali menulis dan juga menggambar secara diam-diam. Beruntung Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, memberikan jalan dan petunjuk baginya untuk belajar dan terus belajar. Ada saja yang membantu memberikannnya dukungan dan juga pelajaran penting, walaupun tidak secara terang-terangan kemudian ditunjukkan kepada mereka yang tidak percaya bahwa menjadi seorang seniman dan pendidik itu jauh lebih berarti daripada menjadi seorang direktur dan pimpinan perusahaan bila memang bukan jiwanya. Meskipun berat dilalui, tetapi tetap terus dihadapi dan dijadikannya sebagai tantangan untuk membuktikan kebenaran.

Muak dan lelah sudah dia dengan segala dusta dan kemunafikan dunia, di mana uang dan nama selalu saja menjadi segalanya. Kesombongan pun tidak ada artinya, karena hanya merusak dan membuat sakit diri sendiri. Uang dan kekuasaan tidak akan pernah bisa menghentikannya untuk berkarya, susah itu baginya hanyalah sebuah pelajaran dan menjadi anugerah karena diberikan kesempatan belajar susah. Sementara kesenangan itu pun, hanya ada ketika dia bisa menulis, mendidik, dan juga menggambar. Harta yang paling berharga baginya adalah ketika bisa memberikan semua yang dia miliki, jiwanya, hatinya, cintanya, kepada semua agar benar berguna dan bermanfaat.

Pelajaran penting dalam hidupnya telah dijalani, yaitu tentang mimpi dan perbedaan. Tidak ada yang bisa menghentikan mimpi dan tidak ada juga yang bisa menghapuskan perbedaan, yang terpenting adalah tidak perlu memaksakan kehendak dengan alasan mimpi sementara semua itu hanyalah ambisi duniawi belaka, sehingga perbedaan pun dipaksa dilenyapkan hanya untuk memaksakan kehendak. Tidak ada guna beralasan, sebab dia pun belajar bahwa alasan hanyalah getir dan pahit yang menyakitkan diri sendiri dan semua, bahagia ada ketika tidak perlu lagi ada alasan.

Kini, gadis kecil itu sudah hampir berusia separuh baya dan ada tetap memegang jiwanya. Gadis kecil itu adalah saya sendiri. Saya menuliskan ini semua agar jangan pernah berhenti bermimpi dan memegang teguh kebenaran, jangan sampai jiwa itu digadaikan hanya untuk duniawi. Segala sesuatu selalu ada proses dan semua ada masa dan waktunya. Apalah artinya uang dan nama serta kedudukan bila hanya memberikan duka dan pahit bagi yang lainnya? Ada banyak hal yang lebih penting untuk mendapatkan kehormatan daripada sekedar nilai uang dan pujian, yaitu ketulusan, kesabaran, dan benar kepedulian. Jangan takut untuk berbeda selama itu adalah kebenaran yang bermanfaat buat semua, sebab hanya dengan perbedaan maka ada kemajuan. Jadilah diri sendiri dalam berkarya dan penuhilah dunia semesta alam ini dengan mimpi yang selalu terisi dengan cinta.


Asmaralaya Berbunga Cinta
https://bilikml.wordpress.com/2016/07/01/asmaralaya-berbunga-cinta/

Tujuh mata air tujuh pancuran

Menghantarkan asmara melarutkan segala rasa

Setiap hati yang terpaut bersatu ‘tuk memuja

Di dalam rumah penguasa siang dan malam

Bukit keputusan sedang didaki hingga pada puncaknya

Pria bermahkota kencana telah dipertemukan

Kenangan indah kembali akan terulang

Sebab waktu akan terus berulang

Tiga bunga jenar menjadi satu sebagai takdir

Mengisi setiap relung di dalam sanubari

Kini tiada ada ingin selain satwika jiwa dan budi

Selamanya bersama menikmati asmaralaya berbunga cinta

(Jakarta, 1 Juli 2016 19:40 WIB)


Bandung, 6 November 2017

Salam hangat selalu,

Mariska Lubis

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
43 Comments