Menulis #1: Bahasa Indonesia Saja Daripada "Copas" Google Translate

Saya banyak menemukan tulisan yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris menggunakan Google Translate. Hasilnya bukan membuat tulisan menjadi baik tetapi menjadi kacau tak karuan. Membacanya pun sulit karena tidak dimengerti apa maksudnya, malah menjadi bingung sendiri. Sayang banget! Terutama bila tulisan bahasa Indonesianya sudah bagus, jadi mengurangi rasa dan kehilangan arti serta makna yang dimaksud.

20160929_110052.jpg
Hasil karya anak saya kelas 4SD.

Menerjemahkan tulisan ke dalam bahasa asing tidak bisa “plek” persis dan langsung diambil begitu saja dari google translate. Pertama, karena struktur kalimat bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Contoh mudah: kalimat “Saya mau ke pasar”, “Saya ke pasar”, “Saya hendak ke pasar”, “Saya mau pergi ke pasar”, semuanya artinya sama saja dalam bahasa Indonesia, tetapi kenapa jadi berbeda jika diterjemahkan ke google translate?! Soalnya, penggunaan kata dalam bahasa Inggris juga sangat tergantung kepada waktu: Past, Present, Future atau yang lalu, sekarang, dan nanti. Sehingga, jika ingin mendapatkan kalimat terjemahan yang benar, maka harus menggunakan kalimat dalam bahasa Indonesia yang baik dan lengkap. Kalau hal ini tidak diperhatikan, gawat hasilnya. Pastikan selalu lengkap Subjek, Predikat, Objek, dan kata keterangannya sehingga jelas kata yang dipilihkan oleh google translate.

Yang berikutnya adalah karena ada perbedaan istilah. Tidak usah jauh-jauh dengan bahasa asing, penggunaan istilah di setiap daerah di Indonesia asaja bisa berbeda-beda. Misalnya kata “Motor”, yang umumnya diartikan sebagai sepeda motor, tapi ada juga daerah yang menggunakan kata “Sepeda” untuk menyebut sepeda motor. Bahasa asing apalagi, mereka juga memiliki istilah sendiri-sendiri, dan benar-benar tidak bisa diterjemahkan begitu saja. Contohnya bunga putri malu, kalau diterjemahkan di google translate jadi kacau banget yaitu, “daughter flower shy” yang sama sekali tidak ada artinya kecuali diterjemahkan per kata. Tidak ada istilah bunga putri malu di dalam bahasa Inggris karena mungkin mereka tidak kenal dengan bunga ini, tidak ada di tempat mereka. Sehingga untuk amannya, maka sebaiknya gunakan bahasa latinnya saja sebagai bahasa kesepakatan ilmiah, yaitu Mimosa Flower.

Ada cerita lucu tentang hal ini, ketika kawan saya di Australia hendak bertanya berapa bunga yang diberikan oleh bank untuk tabungannya. Berhubung dia tidak paham istilahnya, dia langsung saja terjemahkan bunga bank menjadi “flower of the bank”. Orang bingung, dia ngotot, dan saya yang malu. Aduh! Di mana-mana bunga bank juga istilahnya adalah “Interest”, deh!

Hal lain yang juga bisa berakibat fatal bila menerjemahkan langsung tulisan ke google translate adalah pemilihan kata. Kata “bagus” dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan menjadi “nice”, “good”, “fine”, “lovely”, “beautiful”, dan lain sebagainya dalam bahasa Inggris. Nah, yang mana yang paling tepat untuk digunakan sangat tergantung pada arti dan makna, serta tujuan dari penggunaan kata “bagus” itu sendiri terutama dalam kalimat. Salah pilih maka akan salah arti dan makna, apalagi jika digunakan dalam terjemahan puisi. Waduh! Bisa benar-benar merusak puisi yang paling indah sekalipun. Romantisme dalam puisi yang ditulis dalam bahasa Indonesia pun menjadi lenyap total. Sayang!

Ketiga hal ini saja dulu yang perlu diperhatikan dan sangat penting untuk diingat baik-baik. Ada banyak lagi faktor lain, tetapi terlalu detil dan tidak terlalu penting bila tidak mempelajari bahasa secara mendalam. Ini hanya urusan dalam soal menulis dan menerjemahkannya saja. Sengaja saya menuliskan ini, tidak ada maksud lain selain ingin agar semua paham dan mengerti, mengapa jangan langsung copas terjemahan dari google translate.

Menulis dan menerjemahkannya, sebenarnya bukan berarti menulis satu kali lalu langsung saja diterjemahkan. Yang paling baik adalah menulis ulang tulisan yang sudah ada dengan bahasa lain. Jadi, menulisnya harus dua kali, bukan hanya sekali saja. Ini adalah cara menulis dan menerjemahkan yang paling baik. Jika tidak bisa bahasa asing, sebaiknya belajar saja dulu bahasa asing yang diinginkan dengan baik. Jangan terburu-buru nafsu dan ingin serba cepat, tidak ada yang mudah dan butuh proses bila ingin mencapai kualitas terbaik. Kalau tidak sanggup, ya, cari saja teman yang bisa membantu menerjemahkan dan benar mampu, bukan copas dari google lagi. Itu, sih, sama saja bohong, ya?!

Jangan takut dan apalagi malu menggunakan Bahasa Indonesia dalam menulis. Bahasa Indonesia memiliki tingkat kualitas bahasa yang tinggi, sehingga memang rumit dan sulit. Namun, itu kalau menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta menguasai kosa kata yang banyak dan benar paham arti serta maknanya secara keseluruhan. Kalau yang dimaksud adalah bahasa Indonesia gaul atau sehari-hari, ya susah, apalagi dengan segala perubahan tak jelas dalam kata dan kalimat pada saat ini. Makanya, jangan heran kalau semakin lama semakin hancur dan kacau balau, soalnya kata dan bahasa itu bukan hanya sekedar kata bahasa tetapi adalah pola pikir dan budaya. Jika kata dan bahasanya asal dan diubah-ubah seenaknya saja, maka sama artinya sudah asal dan tidak stabil dalam berpikir dan berbudaya. Ya, jadinya semua serba instant dan maunya yang enak saja, kan? Tak ada peduli itu, ya?!

Kita bisa belajar dari Jepang yang kuat sekali dalam mempertahankan keutuhan kata dan bahasanya, dan menggunakannya sebagai benteng kekuatan berbangsa dan bernegara. Perubahan satu kata saja mereka sosialisasikan dalam waktu 30 tahun, agar tidak ada kesalahan pemahaman dalam arti dan makna serta tidak mengubah pola pikir dan budaya, harus tetap sesuai dengan tujuan utama negara mereka. Begitu juga dengan China, yang melakukan revolusi budaya untuk meningkatkan rasa nasionalisme. Revolusi budaya pun yang pertama kali dilakukan adalah mengembalikan bahasa China kepada “yang aslinya”, bukan yang sudah terkontaminasi oleh budaya asing. Perancis pun sama, walau melakukan revolusi terhadap feodalisme, tetapi mereka tetap mempertahankan bahasa “ningrat” mereka. Kenapa? Karena mereka memang ingin meletakkan posisi sebagai bangsa dan negara berkualitas tinggi dan papan atas, bukan negara “asal ngomong” dan “asal enak”.

Sekarang, terserah saja kepada pribadi masing-masing. Silahkan melakukan yang terbaik sesuai dengan tujuan dan keinginan masing-masing. Yang terpenting, jangan sampai merusak diri sendiri, bangsa, dan negara hanya karena tidak mau atau malas belajar bahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya dengan baik dan benar. Kalau tidak mau, tak apa juga, asal jangan terus mengeluh dan menyalahkan ke mana-mana soal situasi dan kondisi yang kita rasakan. Terima saja resikonya dan silahkan dinikmati pertanggungjawabannya.

Semoga berguna dan bermanfaat!

Bandung, 25 Oktober 2017

Salam hangat selalu,

Mariska Lubis

Foto : koleksi pribadi.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
70 Comments