BOLEH jadi pria yang telah genap berumur 45 tahun ini pada awal Agustus lalu adalah sosok sahabat yang paling dekat dalam hidup saya saat ini. Saya bahkan tidak ingat lagi, bagaimana awalnya kami berkenalan dan bertahan hingga hampir 20 tahun. Kemudian sejak awal saling kenal, kami selalu bersama, belajar bersama dan berkembang bersama.
Karena banyak kesamaan, baik dari segi kepribadian maupun pekerjaan, kami tidak terlalu susah untuk merawat persahabatan ini hingga berjalan begitu lama. Dia adalah Ayi Jufridar @ayijufridar. Lelaki yang cukup temperamental ini memiliki badan tegap dan tinggi. Tapi jangan salah, ibarat sebuah proses jangan lihat hasil akhir. Itu adalah ‘bonus’ dari ketekunannya fitnes dan berolah raga secara teratur. Dulu Ayi, begitu saya dan teman-teman lain menyapa, adalah sosok yang kurus, jauh dari tegap dan kekar.
Yang saya ingat dulu, saya sudah kenal Ayi saat saya masih bekerja sebagai karyawan kontrak di humas tepatnya sub bagian protocol and media relations salah satu perusahaan vital di Lhokseumawe. Karena waktu itu, Ia merupakan wartawan muda di harian Serambi Indonesia. Karena merasa sebaya, dengan selisih usia yang hanya terpaut sebulan saja dengan Ayi, saya lebih memilih sering berhubungan dengannya ketimbang dengan wartawan Serambi lain yang sudah jauh lebih tua dari kami.
Selain itu, bila saya mengantar rilis melalui Ayi, beritanya lebih cepat tayang dan jadi lebih menarik. Karena dipoles kembali dari yang kami buat di kantor. Itu yang jadi beberapa alasan hingga kemudian saya jadi lebih intens berhubungan dengannya.
Namun awal sekali bertemu, saya benar-benar sudah lupa. Dan Ayi, menurut pengakuannya, justru sudah lebih dulu kenal saya karena saat Dia dan teman-temannya berkunjung ke pabrik (plant tour) tempat saya bekerja, saya ikut mendampingi rombongan menaiki bus dan keliling bersama rombongan mahasiswa kawan-kawannya. Hal ini terjadi sekitar dua tahun sebelum kami membangun hubungan karena pekerjaan.
Pada tahun 1998, saat majalah TEMPO terbit kembali setelah diberedel oleh rezim orde baru, saya pun melamar sebagai koresponden daerah dan alhamdulillah diterima. Jadinya sejak saat itu saya memiliki pekerjaan yang sama dengan Ayi. Dia sebagai wartawan Serambi Indonesia dan saya sebagai wartawan TEMPO.
Tak lama setelah itu, salah seorang wartawan senior yang sudah almarhum, mengajak kami untuk ikut dalam organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Semakin rekat, karena selain sama profesinya, kami pun satu organisasi.
Pada tahun 1999, saya punya kesempatan mengikuti acara AJI pertama sejak jadi anggota berdua Ayi. Acaranya di Surabaya. Dari sana saya diajak Ayi menuju ujung Pulau Madura di Jawa Timur. Sebuah kota bernama Sumenep. Ternyata kekasih hatinya, ketika itu sedang berada di Sumenep. Wanita yang kemudian menjadi pasangan hidupnya.
Ayi merupakan pemuda yang gigih. Karena datang dari keluarga yang sederhana, tekadnya untuk bisa hidup mapan begitu membara. Saban hari dia habiskan dengan membaca dan belajar. Karenanya tak heran, bila bertahun-tahun kemudian dia bisa menulis dengan bobot sekelas penulis papan atas Indonesia. Bukan hanya pintar menulis artikel yang sangat serius, tapi juga lihai menulis novel. Ada banyak novelnya yang sangat populer, bahkan ada yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Belanda.
Atas kepiawannya, Ia pernah diundang mengikuti Ubud Writers and Readers Festival beberapa tahun yang lalu. Acara yang khusus untuk para penulis hebat berkelas dunia.
Selain itu, dari jutaan orang yang jago menulis di negeri ini, ada seorang menteri di era SBY dulu yang memintanya untuk menuliskan buku profilnya. Dari hasil menulis buku ini jangan ditanya berapa bayarannya. Sudah pasti besar dan jauh dari cukup.
Hari ini, kami kembali dipersatukan oleh Steemit. Meski bagi yang lain ini merupakan kegiatan sambilan, tapi bagi Ayi sepertinya ini sudah tidak sambilan lagi. Karena setiap bersua, saya selalu memergokinya sedang berurusan dengan Steemit. Bila tidak sedang mengunggah tulisan, pasti sedang membalas komentar. Bila pun berbicara dengannya, topiknya pasti tak keluar dari Steemit, Esteem, upvote, resteem, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, inti dari saya ingin berbagi hal ini adalah hanya untuk menyampaikan pada dunia, saya punya seorang sahabat yang memiliki talenta membanggakan. Bagaimana dengan sahabat mu Stemians?
Salam,
@zainalbakri
Photo property @ayijufridar
MAYBE this man who was 45 years old at the beginning of last August is the closest friend in my life. I can not remember how we initially met and survived for almost 20 years. Then from the beginning to know each other, we always together, learn together and grow together.
Due to many similarities, both in terms of personality and work, we are not too difficult to care for this friendship until walking so long. He is Ayi Jufridar @ayijufridar. He is including as temperamental man, and has a tall body. But make no mistake, like a process do not see the end result. That is the 'bonus' of fitness perseverance and exercise regularly. Once Ayi, as soon as I and the other friends say hello, is a skinny figure, far from straight and sturdy.
I remember, I already know Ayi when I was working as a contract employee in the public relations precisely sub-section of protocol and media relations of one of the vital companies in Lhokseumawe. Because of that time, he was a young journalist in Serambi Indonesia daily. Because I feel the same age, with a difference of age only a week adrift with Ayi, I prefer to often connect with him rather than with other Serambi journalists who are much older than us.
In addition, when I deliver the release via Ayi, the news is faster and more interesting. Because it was polished back from what we made in the office. That's what became some reason until then I became more intense with him.
But when the first time I met, I really had forgotten. And Ayi, according to his confession, had already known me because when he and his friends visited the factory (plant tour) where I work, I accompanied the entourage boarded the bus and around with a group of college students. This happens about two years before we build relationships because of work.
In 1998, when TEMPO magazine came back after being harassed by the New Order regime, I also applied as a regional correspondent and alhamdulillah accepted. So from that moment on I had the same job with Ayi. He as journalist Serambi Indonesia and I as a journalist TEMPO.
Shortly afterwards, one of the late senior journalists invited us to join the Alliance of Independent Journalists (AJI) organization. The more sticky, because in addition to the same profession, we are one organization.
In 1999, I had the opportunity to attend the first AJI event since being a member of both Ayi. The event is in Surabaya. From there I was invited Ayi to the end of Madura Island in East Java. A city called Sumenep. It turns out his beloved heart, when it was in Sumenep. The woman who later became his life partner.
Ayi is a persistent young man. Because it came from a simple family, his determination to be able to live a steady life so smoldering. Every day he spent reading and studying. Therefore no wonder, if many years later he could write with the weight of a class of authors of Indonesia. Not only smart writing very serious articles, but also good at writing novels. There are many very popular novels, some of which have been translated in Dutch.
For his skills, he was invited to attend the Ubud Writers and Readers Festival several years ago. A special event for great world-class writers.
In addition, from millions of people who are good at writing in this country, there is a minister in the era of SBY who asked him to write his profile book. From the results of writing this book do not ask how much paid. It certainly is big and far from enough.
Today, we re united by Steemit. Although for others this is a sideline activity, but for Ayi it seems this is not the next time. Because every time I met, I always caught him dealing with Steemit. If you are not uploading a post, it must be replying to a comment. If you talk to him, the topic will not come out of Steemit, Esteem, upvote, resteem, and so forth.
Actually, the essence of me wanting to share this thing is just to convey to the world, I have a friend who has proud talents. What about your Stemians friend?
Regars
@zainalbakri