Suatu pagi, saya mengirim pesan singkat WhatsApp ke Herman RN, @hermanrn, seorang penulis sastra dan budaya dari Aceh. Saya bilang, ada sejumlah seniman dan penulis budaya yang ngeblog di Steemit. Alangkah bagusnya jika kita bikin Komunitas Steemit Budaya. Ini untuk membuat semacam jejaring sesama pegiat kebudayaan yang menggunakan platform Steemit untuk menulis. Ini juga akan membantu teman-teman pegiat budaya yang baru bergabung agar mereka tidak merasa sendiri dan kesepian.
Betapa tidak kesepian? Pastilah ketika awal bergabung tidak punya teman, follower dan tidak tahu harus memfollow siapa. Begitu pula menyangkut hal teknis tidak ada tempat untuk bertanya. Nah, dengan adanya Komunitas Steemit Budaya, maka teman-teman penulis dan pegiat budaya mendapatkan ruang untuk bertanya sekaligus belajar menggunakan media sosial tersebut. Saya sendiri merasa sangat “mualaf” dan sering diberi masukan oleh banyak teman yang telah lebih dulu ngeblog di Steemit.
Herman menanggapi positif. “Oke bang, aku ikut,” kata Herman. “Kita menjadi adminnya,” ujar saya. Dia mengiyakan sambil bilang bahwa sebenarnya sudah ada grup Steemit, namun kita belum masuk. Saya menanggapi lagi, bahwa grup ini berbeda dengan grup lain. Steemit Budaya khusus isinya penulis dan pegiat kebudayaan yang bermain Steemit. Tidak campur. Setelah sama-sama sepakat, saya pun membuar grup WA Steemit Budaya. Sebagian kawan saya undang untuk masuk, sebagian lagi diundang oleh Herman.
Jumlah awal grup ini belasan orang saja. Ya, kami belum tahu siapa saja penulis dan pegiat budaya yang bermain Steemit. Dalam perjalanan waktu, anggota pelan-pelan bertambah. Saya terus mempromosikan Steemit ke sejumlah teman penulis dan pegiat budaya. Tidak hanya yang muda, juga pegiat budaya senior seperti sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda. Saya yakinkan bahwa ini adalah kegembiraan yang berhadiah. Menulis dengan gembira lalu kemudian dapat reward yang bisa digunakan untuk bergembira pula.
Saya tahu Mas Ayh - begitu sebagian teman menyapa penyair Sembahyang Rumputan ini -- tentu tidak sedang mengejar reward. Ia seorang penulis yang mapan secara posisi dalam dunia kepenulisan maupun finansial. Setelah pensiun sebagai redaktur sastra di Republika, Mas Ahmadun menjadi pengajar mata kuliah Creative Writing di Universitas Multimedia Nusantara, milik Kompas Gramedia Grup. Selain itu, ia punya usaha kafe yang sangat berkembang di kawasan Pamulang. Ia juga punya usaha keluarga bidang teknologi informasi yang dikelola oleh anaknya dan berkantor di salah satu pusat bisnis strategis di BSD.
Bersama Ahmadun, kami juga mengelola sebuah portal sastra bernama litera.co.id, yang dibantu oleh Iman Sembada @imansembada, anggota Komiter Sastra Dewan Kesenian Depok, dan Mahrus Prihani, pengurus Dewan Kesenian Tangerang Selatan (DKTS) dan sekaligus Ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Tangerang Selatan dan pengurus KSI Pusat. Dan kebetulan di kedua orgasasi kesenian itu (DKTS dan DKD) saya pernah menjadi salah satu ketua, namun mengundurkan diri karena alasan kesibukan.
Kembali ke Steemit Budaya, sejumlah kawan di kantor pun saya “tarik” untuk bersteemit. Sebab, saya menganggap Steemit adalah media sosial yang lebih bermanfaat ketimbang sejumlah media sosial lain. Manfaatnya, selain berjejaring sebagaimana media sosial lain, adalah reward yang bisa kita dapatkan jika kita menulis, berkomentar dan melakukan upvote (seperti like di Facebook). Jika kita menulis, reward kita dapatkan jika orang-orang mengelike tulisan kita. Makin banyak yang ngelike makin bagus karena makin besar reward. Jika kita berkomentar atau melakukan upvote tulisn orang lain kita juga mendapat bagian dari jatah kuratorial.
Melihat konsep ini, tentu saja kekuatan komunitas menjadi penting untuk kesuksesan dalam ngeblog di Steemit. Semakin banyak jejaring semakin banyak kemungkinan tulisan kita dibaca dan diupvote. Semakin banyak follower tentu semakin banyak potensi tulisan kita dibaca oleh follower kita dan melakukan upvote. Semua itu adalah potensi reward yang berkemungkinan kita dapatkan jika aktif dan kreatif dalam membuat konten-konten yang menarik pembaca (Steemian).
Bahkan, saya punya ide untuk membuat akun sendiri @steemitbudaya. Diharapkan nantinya bisa menjadi akun yang bisa mempromosikan Steemian Budaya. Ide itu lalu saya sampaikan kepada Iwan Kurniawan, penulis budaya, yang juga kawan satu kantor. Ia pun mendukung. “Iya, bisa,” ujarnya pada satu petang. Ia juga sangat menyadari konsep Steemit sangat ditopang oleh kekuatan komunitas. “Antar sesama anggota komunitas harus saling mendukung.”
Lalu, pada sore yang lain, saya pun resmi membuat akun Steemit Budaya @steemitbudaya. Akun ini prinsipnya tidak banyak memproduksi kontens, kecuali para admin punya waktu untuk itu. Yang lebih penting dilakukan oleh akun @steemitbudaya adalah mempromosikan akun-akun Steemian Budaya, terutama yang baru-baru agar dikenal..
Admin akan melakukan semacam seleksi tulisan mana saja yang menarik untuk diresteem. Diharapkan tag kelima dari tulisan memakai kata "steemitbudaya". Tentu saja untuk tahap awal kita harus mempromosikan dulu akun ini agar dikenal dan banyak followernya sehingga menjadi kuat. Sesekali admin akan membuat review tulisan-tulisan para anggota Komunitas Steemit Budaya. Ini dimaksudkan supaya ada proses belajar juga dalam bersteemit, terutama agar tulisan para Steemian Budaya menjadi lebih baik.
Sementara itu, para anggota Steemit Budaya kini lebih mencapai 40 orang. Pelan namun pasti kelompok ini akan terus membesar. Kami pun terus melakukan promosikan steemit kepada para penulis dan pegiat budaya. Terakhir kami -- saya @musismail bersama @willyana dan @blogiwank -- mempromosikan Steemit kepada para penulis sastra dan seniman di Bengkulu. Beberapa kemudian langsung bikin akun, meski belum diapprove. Kebetulan kami hadir di Bengkulu untuk memenuhi undangan rapat Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk membicarakan acara Festival Sastra Bengkulu yang kami gagas.
Sejumlah teman penulis dan pegiat budaya lainnya pun telah menyatakan ketertarikan bergabung namun belum aktif karena berbagai alasan seperti belum sempat membuat akun hingga karena belum diaprove akunnya. Memang, aproval akun tidak cepat, butuh lebih dari satu hari. Bahkan ada rekan yang baru diapprove leibih dari seminggu.
Anggota Steemit Budaya saat ini (per 6 Februari 2018) adalah sebagai berikut:
- Mustafa Ismail @musismail - admin
- Herman RN @hermanrn - admin
- Ihan Nurdin @ihansunrise
- Teuku Afifuddin @afeed
- Iman Sembada @imansembada
- Bahagia Arbi @bahagia-arbi
- Razack Pulo @razack-pulo
- Willy Ana @willyana
- Pilo Poly @apilopoly
- Sudiyanto @caksudi
- Fardelyn Hacky @fardelynhacky
- Ansar Salihin @winansar
- Tabrani Yunis @tabraniyunis
- Andrian Habibi @andrianhabibi
- Joel Pase @joelpasesteemit
- Ngarto Februana @ngartof
- Mariska Lubis @mariska.lubis
- Ahmadun Yosi Herfanda @ahmadunyh (belum diaprove)
- Ayi Jufridar @ayijufridar
- Iwan Kurniawan @blogiwank
- Mahdi Idris @mahdi-idris
- Hamdani Mulya @hamdanimulya
- Masriadi Sambo @masriadi
- Iman Sembada @imansembada
- Edi Miswar Mustafa @gabrielmiswar
- Nazar Syah Alam (Apache13) @gulistan
- Ody Nugraha Sujiman A. Musa @odynugraha
- Sulaiman Juned @sulaimanjuned
- Marhalim Zaini (akun?)
- M. Nasir Age @nasirage
- Ali Anwar @bangalianwar
- Kas Pani (baru bikin akun)
- Awaluddin Ishak @awalisme
- Cut Januarita @cutjanuarita
35.Ikhwanul Halim @ayahkasih - Subhan Ihsan @subhanihsan
- Jayu Marsuis @jayumarsuis (belum aprove)
- Eko Petra @ekopetra (belum aprove)
- Zulfikar Kirbi @zulfikarkirbi
- Ida Fitri @idafitri0825
- Nadi Hariyansyah @nadihariyansyah (belum aprove)
- Emong Soewandi @emong.soewandi
- Ampuh Devayan @ampuhdevayan
Sebagai bagian dari Komunitas Steemit Indonesia (KSI), sejumlah Steemian Budaya pun bersiap untuk menghadiri 1st KSI National Meet Up di Bandung pada 16 Februari 2018. Beberapa teman di Steemit Budaya pun berharap pertemuan bisa mempertemukan pula para Steemian Budaya yang kini tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Semoga setelah acara itu, Steemian Budaya pun bisa bertemu di Jakarta.
Jakarta, 2-6 Februari 2018
MUSTAFA ISMAIL | @MUSISMAIL
Jangan lupa follow
@steemitbudaya.